Halaman

Cahaya Pengetahuan Muslim

Senin, 12 September 2016

Hukum dan Keutamaan Kurban Bagi Orang Yang Akan Berkurban




Hukum Qurban adalah “ Sunnah Mu’akkadah (ditekankan). ” Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama yaitu Malik, Syafi’i, Ahmad, Ibnu Hazm dan lain-lain. Ulama yang mengambil pendapat ini berdalil dengan riwayat dari Abu Mas’ud Al Anshari rodhiallohu anha. Beliau mengatakan,“Sesungguhnya aku sedang tidak akan berqurban. Padahal aku adalah orang yang berkelapangan. Itu kulakukan karena aku khawatir kalau-kalau tetanggaku mengira qurban itu adalah wajib bagiku.” 
(HR. Abdur Razzaq dan Baihaqi dengan sanad shahih).

Demikian pula dikatakan oleh Abu Sarihah, “Aku melihat Abu Bakar dan Umar sementara mereka berdua tidak berqurban.” 
(HR. Abdur Razzaaq dan Baihaqi, sanadnya shahih)
Ibnu Hazm berkata, “Tidak ada riwayat sahih dari seorang sahabatpun yang menyatakan bahwa qurban itu wajib.” 
(lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/367-368, Taudhihul Ahkaam, IV/454)
Sedangkan untuk keutamaan Qurban :
Menyembelih qurban termasuk amal salih yang paling utama. Ibunda ‘Aisyah rodhiallohu anha menceritakan bahwa Nabi sholallohu alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah anak Adam melakukan suatu amalan pada hari Nahr (Iedul Adha) yang lebih dicintai oleh Allah melebihi mengalirkan darah (qurban), maka hendaknya kalian merasa senang karenanya.” 
(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim dengan sanad sahih, lihat Taudhihul Ahkam, IV/450)
Hadis di atas didhaifkan oleh Syaikh Al Albani (dhaif Ibn Majah, 671). Namun kegoncangan hadis di atas tidaklah menyebabkan hilangnya keutamaan berqurban. Banyak ulama menjelaskan bahwa menyembelih hewan qurban pada hari idul Adha lebih utama dari pada sedekah yang senilai atau harga hewan qurban atau bahkan sedekah yang lebih banyak dari pada nilai hewan qurban. Karena maksud terpenting dalam berqurban adalah mendekatkan diri kepada Allah. Disamping itu, menyembelih qurban lebih menampakkan syi’ar islam dan lebih sesuai dengan sunnah 
(lihat Shahih Fiqh Sunnah 2/379 & Syarhul Mumthi’ 7/521).
Hewan yang boleh di Qurbankan
Hewan qurban hanya boleh dari kalangan Bahiimatul Al An’aam (hewan ternak tertentu) yaitu onta, sapi atau kambing dan tidak boleh selain itu. Bahkan sekelompok ulama menukilkan adanya ijma’ (kesepakatan) bahwasanya qurban tidak sah kecuali dengan hewan-hewan tersebut
 (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/369 dan Al Wajiz 406)
Dalilnya adalah firman Allah yang artinya, “Dan bagi setiap umat Kami berikan tuntunan berqurban agar kalian mengingat nama Allah atas rezki yang dilimpahkan kepada kalian berupa hewan-hewan ternak (bahiimatul an’aam).” (QS. Al Hajj: 34)
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mengatakan, “Bahkan jika seandainya ada orang yang berqurban dengan jenis hewan lain yang lebih mahal dari pada jenis ternak tersebut maka qurbannya tidak sah. Andaikan dia lebih memilih untuk berqurban seekor kuda seharga 10.000 real sedangkan seekor kambing harganya hanya 300 real maka qurbannya (dengan kuda) itu tidak sah…”(Syarhul Mumti’, III/409)
Sedangkan untuk rincian Umur, sebagai berikut :
Untuk onta dan sapi: Jabir meriwayatkan Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,“Janganlah kalian menyembelih (qurban) kecuali musinnah. Kecuali apabila itu menyulitkan bagi kalian maka kalian boleh menyembelih domba jadza’ah.” (Muttafaq ‘alaih)
Wallahu A’lam

Kapan Seseorang Dikatakan Safar



Seseorang disebut melakukan perjalanan jauh atau safar, yang membolehkannya untuk mengqashar sholat adalah ditetapkan oleh salah satu diantara dua hal.
1.    kebiasaan masyarakat yang menyebutnya sebagai safar, misalnya dari Bogor ke Serang Banten.
2.    karena telah menempuh jarak minimal safar, yaitu antara 80-90 kilo meter.

Salah satu dari dua alasan inilah yang menjadikan seseorang telah melakukan safar. Walaupun para ulama berselisih pendapat, manakah diantara dua alasan ini yang menjadikan seseorang telah melakukan safar.
Ada yang menyatakan Qashar hanya boleh dilakukan oleh musafir “baik safar dekat atau safar jauh”, karena tidak ada dalil yang membatasi jarak tertentu dalam hal ini, jadi seseorang yang bepergian boleh melakukan qashar apabila bepergiannya bisa di sebut safar menurut pengertian umumnya. Ada juga sebagian ulama memberikan batasan dengan safar yang lebih dari delapan puluh kilo meter agar tidak terjadi kebingunan dan tidak rancu, namun pendapat ini tidak berdasarkan dalil shahih yang jelas. Hal ini sebagaimana dikutip oleh Ibnul Qoyyim dalam Zadul Ma’ad dan Sayyid Sabiq dalam Fikih Sunnah.

Namun sebenarnya, apabila terjadi kerancuan dan kebingungan dalam menetukan jarak atau batasan diperbolehkannya mengqashar shalat maka tidak mengapa kita mengikuti pendapat yang menentukan jarak dan batasan tersebut yaitu sekitar 80 atau 90 kilo meter, karena pendapat ini juga merupakan pendapat para imam dan ulama yang layak berijtihad.
Dengan demikian, seseorang disebut melakukan safar itu bukan karena statusnya atau profesinya sebagai supir. Akan tetapi disebabkan seseorang itu telah menempuh perjalanan yang pada umumnya disebut safar, atau karena telah menempuh jarak minimalis safar, yaitu 80-90 kilo meter.

Wallohu a’lam…

Kamis, 03 Desember 2015

Memaknai Umur

 
“Orang yang beruntung ialah yang selalu jaga dan menanti kesempatan serta tidak membiarkannya hilang percuma.”

Sobat muda, yuk coba kita renungin tentang masa aktif umur kita didunia (kaya pulsa aja ya ada masa aktifnya), dan berapa lamakah umur kita didunia saat ini? Nah inilah yang akan kita bahas diedisi kali ini selamat membaca ya.

Sobat muda, sudah sunatullah kalau kita akan mengalami kematian dan otomatis meninggalkan dunia yang sementara ini. Usia itu cepet banget berlalu, perjalanan pun begitu lekas berakhir dan berujung pada kematian. Kalo kata Rasullah, ummat akhir zaman ini diperkirahan rata-rata umurnya cuma sekitar antara 60 tahun sampai 70 tahunnan. Lha, Bagi kita sobat muda yang sekarang umurnya udah 18 atau 20 tahun, bukan berarti masih lama hidup di dunia. Lho kok bisa? Ya bisa aja, karena semua takdir hanya Allah l yang tahu. Mungkin besok kita udah ga ada di sini lagi atau bahkan satu detik yang akan datang kita akan berpisah dengan orang-orang yang kita cintai, semua itu takdir-Nya.

Sobat muda, kita gak cukup sekedar tau tentang kematian, tapi yang lebih penting dari itu, kita pun harus mengerti tentang Apa aja persiapan kita untuk menyambut malaikat pencabut nyawa yang di utus Sang Kholik Penguasa jiwa dan raga kita ini? Yuk.. kita fikir lebih jauh. Sebelah manakah timbangan amalan kita nanti? apakah lebih banyak kebaikan atau terlalu berat pada maksiat? Nah.. Itu semua ditentukan oleh akting kita di dunia sobat. Semua proses yang dilakukan di dunia ini akan diberi balasan yang setimpal di kampung akhirat. kalo kamu isi hidup ini dengan beramal Soleh dan patuh pada syariat dan hukum Islam, maka akan kita raih kebahagiaan dunia dan akherat. Tapi kalau kamu ngga bisa manfaatin waktu hidup di dunia terutama masa muda kamu untuk segera beramal, maka sangat merugilah kita sobat muda. Jadi gak bener tuh kalo ada slogan “kecil dimanja, muda kaya raya, tua foya-foya, mati masuk surga..” itu sih ngimpi. Kalo mau sukses ya harus berusaha keras. Mau lulus ujian nasional aja kita harus belajar giat, malah ada yang rela ngeluarin sekian rupiah buat ikut bimbingan belajar. Eh ini mau masuk surga tapi leha-leha, mungkin gak ya? Jawabnya Wallahu a’lam

Sobat muda, umur adalah satu-satunya hal yang jika bertambah, malah ia berkurang. Al-Hasan tberkata “Wahai anak-cucu Adam, engkau tidak lain adalah rangkaian hari. Jika satu harimu pergi, maka berkuranglah sebagian umurmu” Pepatah mengatakan “time is money” artinya waktu adalah uang, tapi sebenernya ungkapan ini sama sekali gak tepat, sebab uang sebesar apapun gak akan bisa buat ngegantiin waktu yang udah kita lewatin, walaupun semenit. Mungkin lebih tepatnya “Waktu adalah pedang. Bila engkau tidak memotongnya maka ia akan memotong kamu”. Ungkapan ini sudah dikenal di masyarakat, tapi kita liat ternyata masih banyak dari mereka yang menyia-nyiakan waktu. Seandainya orang yang lalai itu sadar, tentulah ia melihat bahwa tetangganya telah meninggal, temannya bahkan juga orang tuanya kembali keharibaan-Nya. Allah telah memperingatkan kita bahwa semua yang ada didunia ini adalah milik-Nya sesuai dengan firman Alloh t di Qur’an Surat Hud ayat 56 :

مَا مِنْ دَابَّةٍ إِلَّا هُوَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا

“tidak ada binatang melata pun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya.” (QS. Hud : 56)

Nah sobat muda, kamu pasti sudah tau banyak tentang kematian dan apa yang terjadi sesudahnya, yup kematian itu adalah sesuatu yang sudah pasti dan tidak bisa dibantah lagi kedatangannya, bahwa kita pasti menjumpai kematian. Bukan Cuma orang Islam yang yaqin, tapi orang di luar Islam juga sadar pasti dia akan mati suatu saat nanti. Lho kok sama-sama yakin? Iya sama, tapi ada bedanya antara seorang mukmin dengan kafir. Sebab kalo orang beriman  yang mengingat kematian, maka pasti dia akan banyak melakukan amal untuk bekal, inilah yang disebut orang cerdas, tapi orang kafir tidak, dia malah memperbanyak harta dan seolah-olah tidak akan mati. inilah yang membedakannya, sebagaimana Abdullah bin Umarzberkata, “Ketika saya sedang bersama Nabi, datanglah seorang lelaki Anshar. Setelah ia mengucapkan salam kepada beliau, lalu ia bertanya. “Wahai Rasullah siapakah kaum mukmin yang baik itu?Rasulallah SAW menjawab, “Yaitu yang paling baik akhlaknya”. Kembali ia bertanya, “Lalu siapakah mukmin yang paling cerdas?” Rasulullah n, menjawab yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapannya untuk menghadapi kejadian sesudahnya. Itulah orang yang cerdik “. Subhanallah.

Sobat muda, kita semua ingin sukses, baik dunia maupun akhirat. Dan modal utama untuk mendapat keuntungan dunia dan akhirat itu adalah waktu. Orang-orang yang senangnya cuma nongkrong, dan gak mau belajar, pastilah nilai ujian atau IPK nya ‘ancur’, setelah lulus pun cari kerja susah. Ini baru masalah dunia, belum lagi di akhirat. Makanya di al-Qur’an Alloh mengabarkan kepada kita bahwa orang-orang kafir nanti akan menyesal dan minta diberi kesempatan buat hidup lagi di dunia. Ya.. itulah penyesalan, dan memang penyesalan itu adanya di akhir. Padahal umat Islam sudah memiliki pedoman hidup, yaitu al-Quran dan As-Sunnah yang merupakan petunjuk umat manusia agar selamat dunia dan di akhirat.  Siapapun yang mengikuti nilai-nilai yang terkandung dalam al-Quran, dia akan mendapatkan keberhasilan dunia dan derajat dalam kehidupan akhirat. Tetapi bagaimana akhlak manusia sekarang ini? Banyak yang sudah meninggalkan al-Quran dan as-Sunnah yang telah diwariskan oleh baginda Tauladan yaitu Rasullah n. Makannya sekarang ini islam mengalami kemunduran, ya salah satunya karena banyaknya generasi muda Islam yang sudah jauh dari al-Qur’an dan as-Sunnah, kalo seandainya umat ini bisa komitmen dengan keduanya, maka Insya Alloh ummat Islam akan hidup di dunia dengan kemuliaan, dan di akhirat akan bahagia.

Maka dari itu, kalo selama ini kita lebih banyak leha-leha dan buang-buang waktu, segeralah bertaubat sobat muda. Mulailah dari sekarang kita berkarya dan kumpulkan bekal sebanyak-banyaknya, karena apa? Yah dunia adalah ladang buat kita untuk beramal guna menghadap kapada-Nya.

Allah berfirman di al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 197 :

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ

“Dan carilah bekal! sesungguhnya sebaik-baik bekal ialah Takwa“ (QS. Al-Baqarah : 197)
Jika kita mencari bekal untuk dunia yang fana ini, maka kitapun harus mencari bekal untuk di akhirat sebelum menyesal yang ketika itu penyesalan sudah tidak berlaku lagi.

Orang yang beruntung ialah yang selalu jaga dan menanti kesempatan serta tidak membiarkannya hilang percuma.

Mari sejenak sobat muda kita merenung atas umur dan semua yang telah kita kerjakan. Dan tentang kebiasaan kita yang terbiasa mengingat kebaikan meski kecil dan gampang lupa akan dosa yang yang kita perbuat.  Mungkin sobat muda pernah Infaq Rp. 1.000,- sebulan yang lalu bahkan setahun yang lewat, mungkin masih kuat dalam ingatan, dimana, kapan dan kepada siapa.  Sedangkan ghibah, ngegosip, namimah, ingkar janji, dan perilaku tercela lain yang terbiasa kita lakukan, pagi, sore bahkan malam setiap harinya, sudah terlupakan sama sekali meskipun baru saja terjadi.

Maka dari itu kita semua hendaknya sadar, andai saja orang lain tidak mengetahui aib kita, tapi Allah yang Maha Mengetahui tahu semuanya sobat.  Dan inget, selalu ada malaikan yang mencatat perbuatan kita.
Nah, Ada waktu dan kesempatan tertentu saat terbaik bagi kita untuk mengingat dan mengakui dosa dan aib diri kita, diantaranya yaitu:

Pertama, di sepertiga malam terakhir, dimana Allah Ta’ala turun ke langit dunia.  Saat tidak ada permohonan doa yang ditolak oleh Allah sebagaimana telah dijanjikannya lewat lisan Rasullah SAW, “Setiap malam Rabb kita turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir.  Dia berfirman, Siapa yang berdoa kepadaKu akan Aku kabulkan, siapa yang meminta kepada-Ku akan Aku beri, dan siapa yang memohon ampunan maka Aku ampuni. ” (HR.  Bukhori dan Muslim).

Kedua, gentle dong untuk mengakui dosa dan aib diri dihadapan Allah sebelum mengajukan permohonan di hadapan Allah.  Sebagaimana dicontohkan oleh para Nabi.  Adalah Nabi Adam dan istrinya yang diabadikan oleh Allah  dalam firman-Nya di dalam Qur’an Surat Al-A’raf ayat 23 :

قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Keduanya berkata, Ya Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi. “(QS.Al-A’raf ayat 23)

Ketiga, saat hendak berbuat kebajikan.  Mengingat segala dosa dan aib sendiri sebelum melakukan bentuk kebajikan itu dengan sempurna.  Begitu kita menjumpai kesempatan untuk berbuat baik, semestinya itu tidak kita sia-siakan bersegeralah dan jangan menundanya sobat oke!

Sobat muda, umur dengan keterbatasannya harus digunakan setiap menitnya untuk melakukan amal shaleh, amal yang diridhai oleh Allah.  Karena kewajiban manusia sangat banyak, seperti : ibadah, amal saleh, dakwah fisabilillah, mencari rezeki, mencari ilmu, berupaya menegakkan agama Allah dan seterusnya.  Menurut kata mutiara ialah sebagai berikut, “Kewajiban lebih banyak dari waktu yang tersedia.  Jika kamu mempunyai kebutuhan, maka tunaikanlah dengan ringkas dan tolonglah saudaramu untuk memanfaatkan waktunya.  Bacalah Al-Quran, pelajari dan dengarkanlah.  Janganlah sebagian dari waktumu dibiarkan hilang dengan percuma”.  So, tidak ada kata terlambat sobat untuk merubah kebiasaan hidup kita. Teruslah perbaiki diri kita dari segala perbuatan tercela, jangan ditunda-tunda, karena kita tidak tahu berapa lama lagi kita di dunia.

Jumat, 31 Juli 2015

Hukum Meninggalkan Sholat Jum'at


Shalat jum’at merupakan kewajiban bagi setiap muslim, baligh, berakal, mukim (tidak dalam keadaan safar) dan sehat (tidak memiliki halangan) dan mendengar suara adzan untuk shalat jum’at, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits,”Shalat jum’at wajib bagi setiap muslim dengan cara berjama’ah kecuali terhadap empat golongan, yaitu : budak, seorang wanita, anak-anak dan orang yang sakit.” (HR. Abu Daud)

Jadi pada asalnya tidak dibolehkan bagi seorang muslim yang memiliki persyaratan diatas kecuali yang termasuk dalam empat golongan untuk meninggalkan shalat jum’at berjama’ah. Terlebih lagi berbagai ancaman yang akan diberikan bagi mereka yang tidak mengerjakan shalat jum’at tanpa suatu alasan yang dibenarkan oleh agama.

Terhadap permasalahan yang dihadapi anda sebagai satpam pada hari jum’at maka anda harus berusaha terlebih dahulu untuk bisa mensiasati pekerjaan sehingga tetap bisa melaksanakan shalat jum’at tanpa mengabaikan pekerjaan yang akan membawa efek bahaya atau kerugian bagi orang lain atau masyarakat.

Beberapa hal yang bisa dilakukan misalnya:
Meminta izin kepada atasan anda agar bisa melaksanakan shalat jum’at meski hanya pada pelaksanaan sholatnya saja. Menurut jumhur ulama jika seseorang mendatangi shalat jum’at dan masih mendapatkan ruku’ imam pada raka’at kedua maka ia masih mendapatkan shalat jum’at.

Namun jika memang betul-betul anda sangat khawatir akan keamanan tempat Anda bekerja jika ditinggalkan walau hanya sesat saja (sebatas dua raka’at shalat jum’at) maka diperbolehkan bagi anda untuk menggantikannya dengan shalat zhuhur berjama’ah dan jika memang tidak mungkin berjama’ah maka bisa dilakukan secara sendiri-sendiri.

Jadi dibolehkannya shalat jum’at sebagai pengganti shalat zhuhur adalah alternatif yang paling akhir setelah berbagai upaya sebelumnya tidak bisa dilakukan.

Namun Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam menasihatkan kepada kita semua agar jangan sampai meninggalkan sholat jumat tiga kali berturut-turut, sebab dikhawatirkan hati menjadi tertutup karena meremehkan perkara yang sangat agung. Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ

“Barangsiapa yang meninggalkan tiga salat jumat karena meremehkannya, Alloh akan menutup hatinya.” (HR. Abu Dawud)

Wallohua’lam

Sholat Tahiyatul Masjid dan Qobliyah Jum'at




Ada beberapa Penjelasan Tentang Sholat Tahiyatul Masjid dan Qobliyah Jum'at, diantaranya :

1. Mengenai Sholat Tahiyatul Masjid
Sholat tahiyatul masjid disyariatkan pada setiap saat, ketika seseorang masuk masjid dan bermaksud duduk di dalamnya. Ini merupakan pendapat Imam Asy-Syafi’i & Imam Ahmad bin Hambal, yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah .
Dalam hadis yang diriwayatkanoleh Abu Qatadah . Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ

“Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, maka hendaklah dia Sholat dua rakaat sebelum dia duduk.”     (HR. Al-Bukhari no. 537 & Muslim no. 714)

Para ulama sepakat tentang disyariatkannya Sholat 2 rakaat bagi siapa saja yang masuk masjid & mau duduk di dalamnya. Hanya saja mereka berbeda pendapat mengenai hukumnya. Mayoritas ulama berpendapat Sholat Tahiyatul Masjid adalah sunnah dan sebagian berpendapat wajib. Yang jelas tidak sepantasnya bagi kita seorang muslim meninggalkan syariat ini. Demikian, wallohu a’lam.

2. Tentang sholat sebelum jum’at(sholat jum’at).
Sebelumnya, perlu dibedakan antara sholat sunah khusus dengan sholat sunah mutlak. Sholat sunah khusus adalah sholat sunah yang dibatasi oleh jumlah rokaat, waktu, atau sebab tertentu. Misalnya, sholat sunah rawatib sebelum zuhur. Adapun sholat sunah mutlak adalah sebaliknya, tidak terikat dengan jumlah rakaat, waktu, atau sebab tertentu.

Pada penjelasan tadi, telah ditegaskan bahwa sholat sunah sebelum sholat Jumat sifatnya mutlak. Tidak terikat dengan jumlah rakaat dan waktu tertentu. Ini adalah pendapat Syafi’iyah dan bahkan pendapat mayoritas ulama, sebagaimana yang disampaikan oleh An-Nawawi. Di samping itu, tidak terdapat satu pun riwayat bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam melakukan sholat sunah khusus sebelum sholat Jumat.

Terdapat riwayat bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam sholat empat rakaat tanpa dipisah dengan salam sebelum sholat Jumat. Riwayat ini dibawakan oleh Ibnu Majah, namun sanadnya sangat lemah sekali, sehingga tidak bisa dijadikan dalil.

Untuk melengkapi pembahasan, berikut kami sebutkan beberapa alasan orang yang berpendapat adanya sholat sunah qabliyah Jumat, beserta bantahan atas pendapat tersebut:
A. Riwayat bahwasanya Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam melaksanakan sholat dua rakaat sebelum sholat Jumat dan sesudahnya. 

Bantahan:
Riwayat di atas dan beberapa riwayat lainnya yang semakna, adalah riwayat yang lemah sekali. Sehingga tidak bisa dijadikan dalil. Sebagaimana dijelaskan Syekh Abdul Quddus Muhammad Nadzir dalam Ahaditsu Al-Jum’ah, hlm. 315–316.
B. Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam membiasakan sholat empat rakaat tanpa dipisah salam sebelum zuhur. Sholat ini dikenal dengan “sholat zawal”. 

Bantahan:
Hadis ini khusus untuk sholat zuhur, dan tidak bisa disamakan dengan sholat Jumat karena dalam hadis secara tegas disebutkan, “… Setelah matahari tergelincir sebelum sholat zuhur.” Padahal, sholat sunah sebelum sholat Jumat boleh dilakukan sebelum matahari tergelincir karena sholat ini dikerjakan sebelum khotbah, sedangkan khotbah Jumat boleh dimulai sebelum tergelincirnya matahari.
Di samping itu, menyamakan sholat Jumat dengan sholat zuhur adalah analogi yang salah karena sholat Jumat itu berdiri sendiri dan tidak ada hubungannya dengan sholat zuhur. (Zadul Ma’ad, 1:411)

C. Hadis Ibnu Umar rodhiallohu ‘anhuma, yang menjelaskan bahwa beliau melakukan sholat sunah sebelum sholat Jumat dan dua rakaat sesudahnya. Kemudian, Ibnu Umar menegaskan bahwa Nabi dulu juga melakukan hal demikian. Penegasan Ibnu Umar ini menunjukkan bahwa Nabi melakukan sholat sunah sebelum sholat Jumat.

Bantahan:
Dijelaskan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 3:351), “Ucapan Ibnu Umar, ‘Nabi juga melakukan hal demikian,’ maksudnya adalah menceritakan tentang sholat dua rakaat sesudah sholat Jumat bukan sholat sunah sebelum sholat Jumat.
D. Keumuman sabda Nabi , “Di antara dua azan, ada sholat sunah.”

Bantahan:
Alasan ini telah dijawab Ibnul Qoyyim sebagai berikut, “… Setelah Bilal selesai berazan, Nabi langsung berkhotbah, dan tidak ada satu pun sahabat yang melakukan sholat dua rakaat, dan azan hanya sekali. Ini menunjukkan bahwasanya sholat Jumat itu sebagaimana sholat ‘id, tidak ada sholat sunah sebelumnya. Ini adalah pendapat yang paling kuat di antara dua pendapat ulama (dalam masalah ini), dan demikianlah yang ditunjukkan oleh sunah, karena setelah Nabi keluar rumah, beliau naik mimbar dan Bilal langsung mengumandangkan azan sholat Jumat.
Setelah selesai azan, Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam langsung berkhotbah, tanpa ada jeda waktu. Ini diketahui oleh semua orang. Kalau begitu, bagaimana mungkin sahabat bisa (punya waktu) sholat sunah (sebelum sholat Jumat)? Oleh karena itu, siapa saja yang meyangka bahwa setelah Bilal berazan, para sahabat melakukan sholat sunah, maka dia adalah orang yang berdusta terhadap ajaran Nabi .

Kesimpulan tentang sholat sunah qobliyah jumat: Tidak ada sholat sunah qobliyah Jumat. Apalagi jika sholat ini dilaksanakan setelah azan. Adapun sholat sunah yang dikerjakan ketika makmum masuk masjid di hari Jumat sambil menunggu imam, maka itu adalah sholat sunah mutlak, sehingga sholat ini bisa dikerjakan tanpa batasan jumlah rokaat.

Wallohu a’lam.